Bulan Agustus 2015 ini genaplah 4 tahun suamiku (VM) pergi meninggalkan kami karena alm. kembali ke rumah Bapa di Surga.
Sewaktu Alm. Suamiku masih hidup aku tinggal di rumah untuk menjaga anak-anak kami (CM dan AM) dan mengurus rumah. Sejak beliau meninggal, hidup terasa sangat berat karena disamping menjaga anak-anak dan mengurus rumah, aku harus bekerja agar bisa membiayai hidup kami dan membayar sewa rumah 340 Australian dollar per-minggu.
# ± Rp 3.400.000 per-minggu atau Rp 13.500.000 per-bulan atau Rp 163.000.000 per-tahun #
Alm. Suamiku pergi tanpa meninggalkan pesan, pensiun, life insurance maupun rumah.
“Tuhan tidak akan mengijinkan kita dicobai melebihi dari kemampuan kita”, ini salah satu firman Tuhan yang menguatkan aku saat aku merasa beban hidupku terlalu berat.
Walaupun Alm. Suamiku tidak memiliki rumah di Australia, kami bersyukur karena Alm. Oppung (Nenek) CM dan AM, sebelum meninggal telah membagikan hartanya kepada anak-anaknya (diantaranya Alm. Suamiku).
Alm. Suamiku mendapatkan sebidang tanah dengan ukuran 30 X 20 m atau 600 m² beserta sebuah rumah yang berada di atasnya, yang terletak di Pekanbaru, Riau.
Ketika Alm. Suamiku masih hidup, karena penghasilannya rendah kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan rumah dari Pemerintah Australia, tapi sampai beliau meninggal, kami tidak berhasil mendapatkan bantuan tsb.
Seminggu setelah suamiku meninggal, aku kembali mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan rumah dari Pemerintah Australia, namun sampai hari ini kamipun tidak berhasil mendapatkan bantuan tersebut.
Aku sadar sampai kapanpun kami tidak akan berhasil mendapatkan bantuan rumah dari Pemerintah Australia walaupun kami memenuhi semua persyaratannya. Hal ini bukan karena kebetulan tapi karena Tuhan tau bahwa Alm. Mertuaku (Oppung CM dan AM) sudah menyiapkan rumah buat kami.
Sampai hari ini edaku/ namboru (adik iparku/ tante) CM dan AM amang baoku/amangboru (adik iparku/ om) CM dan AM beserta bere-bereku (ponakan-ponakanku) masih bertahan tinggal di rumah milik kami tsb. Edaku beserta keluarganya tidak mau pindah ke rumah milik mereka yang telah diberikan (diwariskan) oleh alm. Mertuaku. Padahal Edaku juga mendapatkan (warisan) 2 rumah petak dangan luas tanah 15 m x 15 m, terletak di kota yang sama (Pekanbaru).
Sejak Suamiku meninggal aku sudah berkali-kali meminta kepada Edaku agar mengosongkan rumah milik kami, tapi sampai hari ini mereka bersikeras tetap ingin tinggal di rumah tsb. Sementara kami membutuhkan rumah di Australia, terlalu berat buatku harus membayar sewa rumah sebesar 340 Australian dollar seminggu.
Sejak tahun 2014 aku mulai sering ke dokter karena sakit.
Aku masih ingat, tahun 2005 ketika Edaku dan Amang Baoku bermasalah dengan keluarga Alm. Suamiku (4 bersaudara – 2 laki-laki dan 2 perempuan), mereka menyarankan agar Alm. Suamiku meminta Edaku sekeluarga mengosongkan rumah milik kami karena mereka yakin bahwa Edaku dan keluarganya akan membuat masalah di kemudian hari.
Waktu itu, kami mempercayai Edaku sekeluarga dan juga mengasihi mereka, maka saat itu kami tidak setuju dengan saran keluarga Alm. Suamiku, sehingga kami mengijinkan mereka tinggal sementara di rumah milik kami dengan catatan, pada saat kami butuh ,mereka akan mengembalikannya dengan baik-baik kepada kami.
Sekarang terbukti keluarga Alm. Suamiku yang benar dan kami salah. Apa yang mereka khawatirkan dulu menjadi kenyataan. Edaku sekeluarga sekarang keberatan mengembalikan rumah milik kami dengan baik-baik kepada kami.
Aku sering bertanya dalam hati, “Kenapa Edaku sekeluarga tidak mau mengerti keadaan kami ?” Kami sudah menunjukkan kasih kepada mereka tapi mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri.
Sewaktu Suamiku masih hidup kami tidak keberatan membayar sewa rumah di Australia dan mengijinkan Edaku sekeluarga tinggal sementara di rumah milik kami. Kami kasihan kepada mereka karena saat itu Edaku harus membiayai anak-anaknya kuliah.
#Sementara mereka tinggal di rumah milik kami, Edaku sekeluarga menerima uang sewa rumahnya sendiri yang mereka kontrakkan#
Walaupun mereka tidak mengakui kami membantu mereka secara materi, kenyataannya sejumlah total uang sewa rumah yang telah kami bayarkan di Australia selama Suamiku masih hidup, sebesar itulah bantuan kami kepada mereka.
Sejak Suamiku meninggal sampai hari ini (9/7/2015) total sewa rumah kami yang sudah ku bayarkan sebesar 69.020 (Enam puluh Sembilan ribu dua puluh) Australian dollar (hampir Rp 690 juta alias nyaris Rp 1 miliyar).
Walaupun tidak diakui Edaku sekeluarga kenyataannya sebesar sewa rumah yang sudah kubayarkan sejak suamiku meninggal, sebesar itulah edaku sekeluarga mengambil hak anak-anak yatim CM dan AM.
Sampai detik ini (8 Agustus 2015) mereka belum mau mengosongkan rumah milik kami dan tidak mau piindah ke rumah milik mereka sendiri. Padahal mereka sudah mendapatkan berkat berlimpah dari Tuhan, 2 anaknya laki-laki sudah menyelesaikan pendidikannya bahkan sudah bekerja sebagai Pegawai Negeri, sudah menikah dan memiliki anak. Edaku hanya memikirkan kepentingan anak-anaknya saja. Edaku sekeluarga tidak pernah memikirkan kebutuhan anak-anak yatim CM dan AM.
Edaku sekeluarga berusaha membodoh-bodohi kami (aku meminjam istilah salah seorang adik Alm. Suamiku) dengan mengatakan “Nanti setelah CM umur 18 tahun baru akan dikembalikan, rumah inikan bukan hasil jerih payah itoku, bahwa kami mendapatkan uang banyak dari life insurance alm. Suamiku (padahal kami tidak punya)”.
“Jangan serakah nantulang,” kata bere kami TN.
Mereka pikir mereka bisa membodoh-bodohi kami karena Suamiku sudah meninggal. Aku yakin dan percaya Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hal ini. Tuhan sudah mengingatkan kita lewat hukum tauratNya,“Jangan menginginkan milik sesamamu”. Aku juga yakin dan percaya Tuhan akan menolong kami untuk mendapatkan hak milik kami. Tangan Tuhan sangat panjang untuk menolong kami dan Tuhan bisa pakai siapa saja untuk menolong kami karena “Tiada yang mustahil bagi Tuhan”.
“Orang yang berharap pada Tuhan tidak akan pernah kecewa”; ini janji Tuhan yang menjadi peganganku. CM, AM dan aku selalu berdoa agar Roh Kudus mengubah hati dan pikiran Edaku, Amang Baoku, dan anak-anaknya agar mereka mau mengembalikan rumah milik kami dengan baik-baik tanpa masalah.
Tapi hal itu sepertinya mustahil, karena setiap kali aku telepon ke Pekanbaru mereka tidak mau menjawab. Hal yang sama mereka lakukan ketika aku meminta mereka mengosongkan rumah milik kami tahun 2013 yang lalu.
Kalau Edaku/ Namboru anak-anakku sekeluarga mengeraskan hati tidak mau mengembalikan rumah milik kami maka aku yakin dan percaya, “Orang yang mengeraskan hati akan menerima hukuman dari Tuhan”. Terkutuklah orang yang menginginkan milik janda dan anak-anak yatim.
Kali ini kami tidak akan tinggal diam seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami akan berjuang untuk mendapatkan rumah milik kami. Kami tau kami tidak sendirian, Tuhan, keluarga dan teman-teman kami semua akan mendukung dan membantu kami.
Kami tidak ingin mendukakan hati Tuhan dan menyenangkan hati iblis.
Saat ini kami membutuhkan saran-saran dan pendapat dari teman-teman kami dan juga saudara-saudara kami semua yang sudah menyediakan waktu untuk membaca masalah yang sedang kami hadapi ini.
Kalau kami (Aku dan Keluarga Alm. Suamiku yang mengasihi kami) menempuh jalur hukum untuk mendapatkan hak kami karena Edaku sekeluarga tidak mau mengosongkan dan mengembalikan rumah milik kami dengan baik-baik, apakah kami akan mendukakan hati Tuhan?
Kami menunggu tanggapan teman-teman dan saudara-saudara kami semua untuk bahan pertimbangan. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak buat teman-teman dan saudara-saudara kami yang sudah memberikan waktu untuk membaca, memberikan tanggapan dan pendapat atas masalah yang sedang kami hadapi serta mendukung kami.
Peluk cium dari kami,
MS, CM dan AM
PS : Tulisan ini dibuat oleh salah seorang sahabat saya yang hidup bersama dua orang anak laki-laki yang relatif masih kecil dan menetap di Australia.
Kalau punya bukti kepemilikan tempuh jalur hukum. Tapi sebelumnya coba lewat jalur musyawarah keluarga secara baik-baik.
Kasihan sekali, semoga diberikan jalan terbaik.
Saya tau ibu ini dan anak2nya karena pernah ada posting uda tentang mereka sewaktu berkunjung ke Jakarta.
LikeLiked by 1 person
Saya pikir jg demikian, klo punya bukti2 kuat lewat pengadilan saja.
Trima kasih Al 🙂
LikeLike
Semoga rumahnya bisa segera di kosongkan ya. Ada surat-surat kepemilikan rumah kan ? mungkin bisa dilaporkan
LikeLike
Iya mb, yg penting surat2nya lengkap….
LikeLike
kalau permintaan baik-baik tidak digubris, jalan hukum mungkin memang harus ditempuh. jangan takut kalau surat-surat nya lengkap.
LikeLike
Yes Mas Goiq trm ksh dukungannya
LikeLike
Assalaamu’alaikum wr.wb. mas Ded…
Sungguh menyayat hati membaca kisah di atas. Mudahan semuanya akan berhasil dimiliki dengan jalan yang benar. Usah lemah dan merasa kalah jika semua bukti pemilikan itu dapat dikemukakan. Jika memang hak kita, pasti Allah akan mengembalikannya. Bersabar dan berusahalah.
Salam sejahtera dari Sarikei, Sarawak.
LikeLike
Silakan mas Ded, sudi menerima AWARD BERGAYA SENIDIRI sempena Ulang Tahun Ke-5 Kelahiran Blog LMGS G2 di maya pada. Semoga silaturahmi ini diberi kebaikan. Aamiin.
https://webctfatimah.wordpress.com/2015/08/15/ct346-launching-banner-baru-lmgs-g2-ulang-tahun-ke-5-bergaya-sendiri/
Salam ukhuwwah dari Sarikei, Sarawak. 🙂
LikeLike